Pages

Ads

19 May 2008

TATA BARU UNTUK RAKYAT

Rekonsiliasi Sejarah Kedua:
TATA BARU UNTUK RAKYAT
* Pemaknaan Baru Perjanjian Giyanti Salatiga 21 Mei 2008

Jakarta, Kamis (15/5)
Sarasehan Kebangsaan yang mengambil thema Rekonsiliasi Sejarah Kedua akan digelar di Salatiga pada 21 Mei mendatang dengan thema TAHTA BARU UNTUK RAKYAT (baca: TATA BARU UNTUK RAKYAT). Thema kali ini dimaksud untuk memaknai Perjanjian Giyanti pada 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan
Yogyakarta dan kemudian diikuti dengan munculnya Mangkunegaran dan
Pakualaman.

Sarasehan Kebangsaan dengan thema Rekonsiliasi Sejarah Pertama diadakan
di Bandung pada 4 & 5 April 2008, dengan memaknai perjalanan sejarah
seputar Perang Bubat antara Kerajaan Majapahit dan Pasundan. Demikian
diungkapkan Putut Prabantoro, Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada
(Semangat Satu Bangsa) dalam siaran persnya.

Gerakan Ekayastra Unmada yang diprakarsai oleh Jaringan Wartawan Lintas
Media ini diselenggarakan oleh Veloxxe Consulting, Pejuang Siliwangi
Indonesia dan DEREK Management. Acara yang terbukan untuk umum ini,
diadakan dalam rangka memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional dan 80
tahun Sumpah Pemuda.

Menurut rencana yang akan hadir sebagai pembicara Sri Sultan HB X, KPAA
Sri Paku Alam IX, Sri Susuhunan Pakubuwono XIII, KPAA Mangkunegara IX,
Trias Kuncahyono (Wapemred Kompas), Aulia A. Muhammad (Pemred Suara
Merdeka), Octo Lampito (Pemred Kedaulatan Rakyat) dan Wahyu Susilo
(Wapemred Solo Pos). Sementara bertindak sebagai moderator adalah Arkand
BZ (Spiritual Metafisika dari Yogya), Toto Suparto (Direktur Pemberitaan
Harian Joglosemar) serta MC Kris Biantoro.

Dengan terselenggaranya dua Rekonsiliasi Sejarah di Bandung dan di
Salatiga, diharapkan terbuka lebih lebar terjadinya rekonsiliasi
nasional. Bagaimanapun juga, sejarah menjelaskan bahwa persoalan yang
terjadi sebelum jauh sebelum Indonesia merdeka ternyata belum mendapat
penyelesaian juga dan hingga saat ini menjadi semacam ganjalan.
Persoalan bangsa yang muncul setelah kemerdekaan, jika tidak
diselesaikan, akan menjadi perdebatan yang tiada henti di masa
mendatang, persis sama seperti kejadian Perang Bubat ataupun Perjanjian
Giyanti.

Diharapkan, sarasehan kebangsaan kesembilan ini akan dihadiri oleh para
raja atau kerabat dari Forum Komunikasi Keraton Nusantara, para pengamat
politik dan sejarah dari berbagai kalangan, para aktivis pejuang
kebangsaan. Masyarakat umum yang berkeinginan hadir dapat mendaftarkan
diri melalui email : indonesiaku@ veloxxe.com, atau melalui sms ke 088880
13002 atau 0818 0240 3311.

LATAR BELAKANG
Perpecahan karena pihak ketiga juga dihadapi Indonesia pada saat ini.
Meski sudah merdeka 62 tahun, kesatuan dan keutuhan Indonesia semakin
dipertanyakan. Semenjak reformasi muncul, iklim demokrasi, kesejahteraan, ekonomi bukannya berkembang menjadi lebih baik, tetapi malah sebaliknya. Otonomi Daerah yang seharusnya didasarkan pada kebutuhan pengembangan ekonomi ternyata didasari tidak
lebih hanya untuk mengakomodasi tuntutan para tokoh berdasarkan
kepentingan etnis mayoritas ataupun kelompok yang lebih besar. Pilkada
selalu diwarnai dengan perseteruan dan perebutan kekuasaan antara
kelompok, antar partai. Politik uang muncul di mana-mana, persaingan
antar suku atau kelompok, dan munculnya raja kecil menjadi totonan
sehari-hari.

Masyarakat atau kelompok yang berseteru tidak lagi memikirkan diri
sebagai bagian dari keluarga besar Indonesia, bagian tak terpisahkan
dari kesatuan bangsa tetapi hanya melihat sebagai etno-nasionalisme.
Kepentingan kelompok lebih didahulukan daripada kepentingan nasional.
Mereka yang memiliki kekuasaan dan atau kekuatan uang seakan-akan
mempunyai "hak" untuk melakukan apa saja untuk memenuhi kepentingan
kelompoknya. Dalam kondisi dan situasi seperti ini, pihak ketiga yang
bermaksud mengambil manfaat dari ketidakutuhan negara dan bangsa yang
terpecah belah berada di belakanganya. Pihak ketiga bisa siapa saja -
kekuatan asing, kekuatan ekonomi, kekuatan kelompok mayoritas dll.

Sejarah mencatat, kerajaan sekuat apapun adapat hancur karena campur
tangan pihak ketiga dan mengambil manfaat dari perpecahan itu. Belanda
yang telah menguasai ekonomi nusantara -- melalui perjanjian Giyanti
pada 1755, memecah Mataram menjadi dua, Kasultanan Yogyakarta dan
Kasunanan Surakarta. Perpecahan itu kemudian diikuti dengan perpecahan
yang lebih besar dengan berdirinya Klan Pakualaman dan Mangkunegaran.
Belanda berusaha untuk menanamkan pengaruh kekuasaannya demi
kelangsungan penguasaan ekonomi di nusantara, Namun tanpa disadari,
kerajaan besar seperti Mataram yang tadinya merupakan satu keluarga
berkembang menjadi "seteru" bagi saudara dan bangsanya sendiri. Inilah
cerminan yang terjadi situasi dan kondisi yang melanda Indonesia.

Pada awal April 2008, di Bandung jaringan wartawan lintas media GERAKAN
EKAYASTRA UNMADA - SEMANGAT SATU BANGSA mengadakan sarasehan kebangsaan
dengan thema REKONSILIASI SEJARAH (1) : SAUDARA, SEBANGSA DAN SETANAH
AIR. Rekonsiliasi dengan kembali ke sejarah Perang Bubat, yang menjadi
tonggak pecahnya Jawa dan Sunda. Sebagai lanjutan Sarasehan ini akan
dilanjutkan dengan REKONSILIASI SEJARAH (2) dengan judul : TATA BARU
UNTUK RAKYAT, yang mencoba melihat dan memaknai kembali PERJANJIAN
GIYANTI 1755 yang dicerminkan pada kondisi dan situasi kebangsaan
Indonesia pada saat ini.

Semoga Rekonsiliasi Sejarah di Salatiga dan Bandung akan menjadi pintu
dan jalan masuk bagi rekonsiliasi nasional. Sarasehan ini akan dihadiri
oleh para kerabat, keturunan langsung dan pemangku adat kerajaan yang
pernah ada di Indonesia yang saat ini tergabung dalam Forum Komunikasi
Keraton Nusantara.

KONTAK PERSON
RIZAL – 081 7000 7002

No comments: